Tak pernah kudengar sedu sedan itu
Tak pernah kubaca aksara duka itu
Entah karena rungu ku yang tak mampu mendengar
Atau Karena lisan ku yang kelu membaca aksara terpapar
Sedu sedan, duka lara, dan air mata
Nyaris tak pernah terlukis dari mu
Wahai malaikat tak bersayap
Engkau ajarkan kau terbang
Diantara gemintang yang terkadang meredup
Bahkan, kuingat kau selalu rengkuh aku yang terjatuh
Dengan rapuh kedua sayapmu
Tawa itu, bahagia itu dan semua canda itu
Kau seduh jadi satu untuk ku
Tak peduli berapa setapak yang kau jejak
Kulihat guratan kokoh karang jiwa
Diantara dua alismu yang memutih
Kuhirup aroma kedamaian
Diantara sorot netramu yang meredup
Tapi tak kulihat rapuh raga mu yang termakan usia
Kau simpan semua dalam genangan tawa
Bahkan selalu kau bungkus lelahmu dalam senyum ketulusan
Aku menemukan rangkuman semua keindahan
Aku membaca sipnosis ketegaran
Aku menuliskan dengan satu judul
IBU